BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan matematika merupakan
bagian yang integral dari pendidikan nasional. Hal ini disebabkan karena
matematika merupakan salah satu komponen penting dalam rangka peningkatan
sumber daya manusia. Oleh sebab itu, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan
Nasional menetapkan matematika sebagai salah satu pelajaran wajib pada setiap
jenis dan jenjang pendidikan formal.
Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang penting diajarkan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Dalam pedoman penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah
Pertama dijelaskan tujuan pengajaran matematika pada pendidikan dasar (
Depdiknas, 2006:8) antara lain agar siswa memahami konsep matematika secara
luwes, akurat, efesiarn, dan tepat serta memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu atau kritis,
perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
sendiri dalam pemecahan masalah.
Pada umumnya ilmu matematika
dikalangan masyarakat khusus peserta didik, kurang diminati artinya matematika
merupakan pelajaran menakutkan. Padahal kalau ditinjau lebih jauh lagi
matematika merupakan ilmu yang mengasyikkan, karena didalamnya mengandung
teka-teki yang perlu kita pecahkan. Sikap tidak menyukai Matematika merupakan
salah satu hambatan untuk belajar Matematika yang efektif (Hudoyo, 1990;90).
Dalam pembelajaran matematika
memerlukan tahap-tahap yang hierarkis, yakni bentuk belajar yang terstruktur
dan terencana berdasarkan pada pengetahuan dan latihan sebelumnya, yang menjadi
dasar untuk mempelajari materi selanjutnya. Misalnya untuk memahami system
persamaan linier dua peubah siswa terlebih dahulu memahami konsep system
persamaan linier satu varabel. Begitu pula untuk memahami topik soal cerita
pada system persamaan dua varabel, siswa harus menguasai dahulu konsep
persamaan linier dua variabel.
Sistem persamaan linier dua varibel
merupakan salah satu pokok bahasan di kelas VIII SMP. Salah satu bagian penting
dalam materi ini menyangkut soal cerita, yaitu suatu permasalahan matematika
yang disajikan dalam bentuk kalimat, dan biasanya berhubungan dengan masalah
sehari-hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi siswa memahami soal cerita
pada SPLDV. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan penilaian akademik oleh guru
tetapi juga permasalahan ini sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi berdasarkan informasi
dari guru matematika di SMPN 3 Moramo, masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita pada SPLDV tersebut. Informasi ini
didasarkan pada hasil ulangan harian yang telah dilakukan, yaitu hanya 37,5 %
dari 40 siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata
53.
Berdasarkan pengamatan yang telah
ada, menunjukkan bahwa siswa kurang
memahami materii yang diajarkan guru dan mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal matematika khususnya yang berbentuk soal cerita.
Berdasarkan permasalahan tersebut
penulis menawarkan solusi untuk menerapkan pembelajaran matematika dengan
pendekatan Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan pada
materi SPLDV. Dengan harapan agar dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang menyangkut
SPLDV.
B.
Identifikasi Faktor Penyebab Masalah
Menurut Kaplan, gangguan matematika dapat diklasifikasikan menjadi
empat ketrampilan, yaitu ketrampilan linguistik (yang berhubungan
dengan mengerti istilah matematika dan mengubah masalah tertulis
menjadi simbol matematika), ketrampilan perseptual (kemampuan
mengenali, mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka),
ketrampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian), ketrampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan
mengamati simbol operasional dengan benar).
empat ketrampilan, yaitu ketrampilan linguistik (yang berhubungan
dengan mengerti istilah matematika dan mengubah masalah tertulis
menjadi simbol matematika), ketrampilan perseptual (kemampuan
mengenali, mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka),
ketrampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian), ketrampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan
mengamati simbol operasional dengan benar).
Berdasarkan penelitian, faktor-faktor penyebab kesulitan siswa
dalam menyelesaikan soal cerita matematika khususnya mengenai SPLDV adalah
sebagai berikut.
1.
Kurangnya kemampuan verbal sehingga
menyebabkan siswa kurang
paham terhadap permintaan soal. Yang dimaksud kurang paham terhadap permintaan soal adalah siswa tidak tahu yang akan dia kerjakan setelah memperoleh
informasi dari soal namun terkadang siswa juga tidak tahu apa
informasi yang berguna dari soal karena terjadi salah penafsiran.
paham terhadap permintaan soal. Yang dimaksud kurang paham terhadap permintaan soal adalah siswa tidak tahu yang akan dia kerjakan setelah memperoleh
informasi dari soal namun terkadang siswa juga tidak tahu apa
informasi yang berguna dari soal karena terjadi salah penafsiran.
2.
Kurangnya pemahaman siswa terhadap
materi prasyarat baik sifat,
rumus dan prosedur pengerjaan.
rumus dan prosedur pengerjaan.
3.
Kebiasaan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita misalnya siswa tidak
mengembalikan jawaban model menjadi jawaban permasalahan.
mengembalikan jawaban model menjadi jawaban permasalahan.
4.
Kurangnya minat terhadap pelajaran
matematika atau ketidakseriusan
siswa dalam mengikuti pelajaran.
siswa dalam mengikuti pelajaran.
5.
Strategi/metode pembelajaran yang
kurang tepat.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi
permasalahan masalah tersebut diperoleh rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah
tindakan yang tepat bagi seorang guru untuk mengatasi kurangnya kemampuan
verbal yang menyebabkan siswa kurang paham terhadap permintaan soal ?
2.
Bagaimana
menumbuhkan kebiasaan baru bagi siswa untuk menyelesaiakn soal cerita secara
tepat ?
3.
Bagaimanakah
metode pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memahami materi pelajaran
matematika dan menarik minat siswa, khususnya mengenai SPLDV?
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pendekatan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif dan Menyenangkan
(PAIKEM)
Proses
belajar mengajar merupakan sebuah proses interaksi yang menghimpun sejumlah
nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai medium antara guru dan siswa
dalam rangka mencapai tujuan. Dalam proses belajar mengajar terdapat dua
kegiatan yakni kegiatan guru dan kegiatan siswa. Guru mengajar dengan gayanya
sendiri dan siswa juga belajar dengan gayanya sendiri. Sebagai guru, tugasnya
tidak hanya mengajar tetapi juga belajar memahami suasana psikologis siswanya
dan kondisi kelas. Dalam mengajar, guru harus memahami gaya-gaya belajar
siswanya sehingga kerelavansian antara gaya-gaya mengajar guru dan siswa akan
memudahkan guru menciptakan interaksi edukatif dan kondusif. Hal ini sejalan
dengan pendapat Ametembun (1985) bahwa suatu interaksi yang harmonis terjadi
bila dalam prosesnya tercipta keselarasan, keseimbangan, keserasian antara
kedua komponen yaitu guru dan siswa.
Dalam
proses edukatif guru harus berusaha agar siswanya aktif dan kreatif secara
optimal. Guru tidak harus terlena dengan menerapkan gaya konvensional. Karena
gaya mengajar seperti ini tidak sesuai dengan konsepsi pendidikan modern.
Pendidikan modern menghendaki siswa lebih aktif dalam kegiatan interaktif
edukatif. Guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan siswa
aktif dalam belajar.
Ada
beberapa hal yang harus dilakukan guru dalam proses belajar mengajar seperti
memahami prinsip-prinsip proses belajar mengajar, menyiapkan bahan dan sumber
belajar, memilih metode yang tepat, menyiapkan alat bantu pengajaran, memilih
pendekatan, dan mengadakan evaluasi. Semua kegiatan yang dilakukan guru harus
didekati dengan pendekatan sistem, Sebab pengajaran adalah suatu sistem yang
melibatkan sejumlah kompenen pengajaaran dan semua komponen tersebut saling
berkaitan dan saling menunjang dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan oleh guru selaku
pendidik adalah pendekatan PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif
dan Menyenangkan). Aktif, inovatif, kreatif, efektif
dan menyenangkan merupakan merupakan salah satu model pembelajaran yang ideal.
Dengan pendekatan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan (PAIKEM), siswa dapat mendapatkan ide-ide sendiri dalam
pembelajaran berlangsung dengan pendekatan lingkungan sekitar. Begitu pula guru
dengan berbagai ide segar dan menarik yang dilengkapi dengan contoh praktis
untuk diterapkan dalam pembelajaran. Pemahaman mengenai PAIKEM ini diharapkan
dapat membantu guru memfasilitasi pembelajaran siswa dengan lebih bermakna. Meskipun
yang diharapkan pertama dan utama adalah keaktifan dan kekreatifitasan peserta
didik, namun sebenarnya guru pun dituntut untuk aktif dan kreatif. Agar
pembelajaran model ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sudah
tentu guru harus merancang pembelajaran dengan baik, melaksanakannya, dan akhirnya
menilai hasilnya.
Hal tersebut sesuai dengan implementasi dari kurikulum KTSP yang
diterapkan saat ini di setiap tingkat satuan pendidikan. Implementasi dari KTSP
tersebut membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya
semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru selaku pendidik serta menuntut
mereka agar melakukan upaya-upaya kreatif serta inovatif dalam
menerapkan berbagai model pembelajaran.
Muhibin Syah ( 2009) dalam makalah PLPG yang berjudul Bahan Pelatihan
PAIKEM, memberikan pengertian tentang PAIKEM yaitu bahwa PAIKEM dapat
didefinisikan sebagai suatu model pendekatan mengajar (approach to teaching)
yang digunakan bersama metode tertentu dan dengan berbagai media pengajaran
yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran
menjadi partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan
keterampilan yang diajarkan.
Selain
itu, PAIKEM juga memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam untuk
mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak
semata-mata disuapi guru. Artinya pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM
mengutamakan proses pembelajaran yang bersifat student center. Student center
mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi
mengorientasikan siswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata
dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pembelajar ketika mereka
mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajarinya sekaligus
keterampilan memecahkan masalah. Paradigma yang menempatkan guru sebagai pusat
pembelajaran (teacher center) dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan
menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar secara aktif membangun
pemahamannya (Learning) dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimiliki
dengan pengalaman baru yang dijumpai. Pengalaman nyata dari lingkungan sekitar
menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang sains meningkat secara
drastis pada saat mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antar informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman
(pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
Pembelajaran hendaknya dimulai dari
masalah-masalah aktual, otentik, relevan dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran
yang berbasis subjek seringkali tidak relevan dan tidak bermakna bagi siswa
sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran yang dibangun berdasarkan
subjek seringkali terlepas dari kejadian aktual di masyarakat. Akibatnya siswa tidak
dapat menerapkan konsep/teori yang dipelajarinya di dalam kehidupan nyata
sehari-hari. Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah maka siswa belajar
suatu konsep atau teori dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan
demikian sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban
terhadap masalah (Produk) dan cara memecahkan masalah (proses).
Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan dan hukum/teori, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas, strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan mampu menghasilkan solusi yang bermakna.
Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan dan hukum/teori, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas, strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan mampu menghasilkan solusi yang bermakna.
Pendekatan pembelajran PAIKEM ini
merupakan trend pembelajaran saat ini. Pembelajaran dengan pendekatan ini dapat
dilakukan dengan menerapkan berbagai metode pembelajaran dan dapat dilakukan
dengan menerapkan berabagai alat bantu yang tersedia.
Sesuai dengan huruf yang menyusun
namanya, pembelajaran dengan pemdekatan PAIKEM adalah salah satu contoh
pembelajaran inovatif yang memiliki karakteristik aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai karakteristik tersebut.
1.
Aktif
Secara harfiah active artinya: ”in the habit of
doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat segala
hal dengan menggunakan segala daya. Keaktifan merupakan kegiatan yang melibatkan aktivitas
mental dan fisik, serta adanya interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru
dalam proses pembelajaran (http// www. Upi. ac. id.UT, 1998).
Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang
memerlukan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik, mental,
emosional, bahkan moral dan spiritual. Guru harus menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, dan melakukan
kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga belajar merupakan
proses aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian,
siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya
sendiri.
Menurut Taslimuharrom (2008), seperti yang dikutip oleh Muhibin
Syah, menyatakan bahwa dalam sebuah proses belajar dikatakan
aktif (active learning) apabila mengandung:
1) Keterlekatan
pada tugas (Commitment)
Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran
hendaknya bermanfaat bagi siswa (meaningful), sesuai dengan kebutuhan
siswa (relevant), dan bersifat atau memiliki keterkaitan dengan kepentingan
pribadi (personal).
2) Tanggung jawab (Responsibility)
Sebuah proses pembelajaran perlu
memberikan wewenang kepada siswa untuk berpikir kritis secara bertanggung
jawab, sedangkan guru lebih banyak mendengar dan menghormati ide-ide siswa,
serta memberikan pilihan dan peluang kepada siswa untuk mengambil keputusan
sendiri.
3) Motivasi (Motivation)
Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan motivasi intrinsik
siswa. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan
belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan
bagi siswa adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik) karena lebih murni dan
langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
Dorongan mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa
depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan
dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orangtua dan guru.
Motivasi belajar siswa akan meningkat apabila
ditunjang oleh pendekatan yang lebih berpusat pada siswa (student centered
learning). Guru mendorong siswa untuk aktif mencari, menemukan dan
memecahkan masalahnya sendiri. Ia tidak hanya menyuapi murid, juga tidak
seperti orang yang menuangkan air ke dalam ember.
Keaktifan guru juga dituntut, agar
pembelajaran benar-benar aktif. Dalam hal ini, keaktifan guru dapat dilihat
pada kegiatan antara lain:
1)
memberikan umpan balik,
2)
mengajukan pertanyaan yang
menantang, dan
3)
mendiskusikan gagasan siswa.
Di sisi lain, keaktifan siswa
sebagai pembelajar dalam proses pembelajaran agar memperoleh input yang berupa
pengetahuan dan pengalaman belajar dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam
hal:
1)
bertanya atau meminta penjelasan,
2)
menanggapi dan memberi alasan
3)
mengemukakan gagasan,dan
4)
mendiskusikan
gagasan orang lain dan gagasannya sendiri.
Di dalam implementasi pendekatan
pembelajaran ini, seorang guru harus merancang dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan atau strategi-strategi yang memotivasi siswa berperan secara
aktif di dalam proses pembelajaran. Mengapa pembelajaran harus mengaktifkan
siswa? Hasil penelitian menunjukkan bahwa kita belajar 10% dari yang kita baca,
20% dari yang kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat
dan dengar, 70% dari yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan
kerjakan serta 95% dari apa yang kita ajarkan kepada orang lain (Dryden &
Voss, 2000). Artinya belajar paling efektif jika dilakukan secara aktif oleh
individu tersebut.
2.
Inovatif
McLeod,
mengartikan inovasi sebagai: “something newly introduced such as method or
device”. Berdasarkan pengertian ini, segala aspek (metode, bahan,
perangkat dan sebagainya) dipandang baru atau bersifat inovatif apabila
metode dan sebagainya itu berbeda atau belum dilaksanakan oleh seorang guru
meskipun semua itu bukan barang baru bagi guru lain.
Pembelajaran
inovatif dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan
kanan apabila dilakukan dengan cara mengintegrasikan media atau alat bantu
terutama yang berbasis teknologi baru atau maju ke dalam proses pembelajaran
tersebut, sehingga terjadi proses renovasi
mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri siswa. Penggunaan bahan
pembelajaran, software multimedia, dan microsoft power point
merupakan salah satu alternatif.
3.
Kreatif
Kreatif (creative)
berarti menggunakan hasil ciptaan/kreasi baru atau yang berbeda dengan
sebelumnya. Pembelajaran yang kreatif mengandung makna tidak sekedar
melaksanakan dan menerapkan kurikulum.
Kurikulum
memang merupakan dokumen dan rencana baku, namun tetap perlu dikritisi dan
dikembangkan secara kreatif. Dengan demikian, ada kreativitas pengembangan
kompetensi dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas termasuk
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber bahan dan sarana untuk belajar.
Pembelajaran kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar
yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa dan tipe serta
gaya belajar siswa.
Pembelajaran
PAIKEM dirancang agar pembelajar mampu mengembangkan kreativitasnya. Guru
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, inisiatif, dan kreativitas serta
kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologisnya. Kemandirian dan kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan
yang ingin dicapai oleh semua bentuk pembelajaran. Dengan dua bekal itu setiap
orang akan mampu belajar sepanjang hidupnya. Ciri seorang pembelajar yang
mandiri adalah: (a) mampu secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran
tertentu yang sedang dihadapinya; (b) mampu memilih strategi belajar tertentu
untuk menyelesaikan masalah belajarnya; (c) memonitor keefektivan strategi
tersebut; dan (d) termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut
sampai masalahnya terselesaikan.
4.
Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif (effective
/ berhasil guna) jika mencapai sasaran atau minimal mencapai kompetensi
dasar yang telah ditetapkan. Di samping itu, yang juga penting adalah banyaknya
pengalaman dan hal baru yang didapat siswa. Guru pun diharapkan memperoleh
pengalaman baru sebagai hasil interaksi dua arah dengan siswanya.
Pendekatan
PAIKEM menyiratkan bahwa pembelajaran harus dilakukan sedemikian rupa untuk
mencapai semua hasil belajar yang telah dirumuskan. Karena hasil belajar itu
beragam, karkteristik efektif dari pembelajaran ini mengacu kepada penggunaan
berbagai strategi yang relevan dengan hasil belajarnya. Banyak orang
beranggapan bahwa berbagai strategi pembelajaran inovatif termasuk PAIKEM
seringkali tidak efisien (memakan waktu) lebih lama dibandingkan dengan
pembelajaran tradisional/konvensional. Hal tersebut tentu amat mudah dipahami,
dalam pembelajaran PAIKEM banyak hasil belajar yang dicapai sehingga memerlukan
waktu yang lama, sementara pada pembelajaran tradisional hasil belajar yang
dicapai hanya pada tataran kognitif saja.
Untuk
mengetahui keefektifan sebuah proses pembelajaran, maka pada setiap akhir
pembelajaran perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud di sini bukan
sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam refleksi, perenungan yang
dilakukan oleh guru dan siswa, serta didukung oleh data catatan guru. Hal ini
sejalan dengan kebijakan penilian berbasis kelas atau penilaian
authentic yang lebih menekankan pada penilaian proses selain
penilaian hasil belajar.
5.
Menyenangkan
Pembelajaran yang dilaksanakan
haruslah dilakukan dengan tetap memperhatikan suasana belajar yang
menyenangkan. Mengapa pembelajaran harus menyenangkan? Dryden dan Voss (2000)
mengatakan bahwa belajar akan efektif jika suasana pembelajarannya
menyenangkan. Seseorang yang secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya
memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar yang maksimal. Suasana yang
menyenangkan dan tidak diikuti suasana tegang sangat baik untuk membangkitkan
motivasi untuk belajar. Anak-anak pada dasarnya belajar paling efektif pada
saat mereka sedang bermain atau melakukan sesuatu yang mengasyikkan. Menurut
penelitian, anak-anak menjadi berminat untuk belajar jika topik yang dibahas
sedapat mungkin dihubungkan dengan pengalaman mereka dan disesuaikan dengan
alam berpikir mereka. Yang dimaksudkan adalah bahwa pokok bahasannya dikaitkan
dengan pengalaman siswa sehari-hari dan disesuaikan dengan dunia mereka dan
bukan dunia guru sebagai orang dewasa. Apa lagi jika disesuaikan dengan kebiasaan
mereka dalam belajar. Ciri yang terakhir ini merupakan ciri pembelajaran
kontekstual. Dengan demikian pembelajaran PAIKEM sebenarnya juga pembelajaran
kontekstual.
Pembelajaran yang menyenangkan (joyful) perlu
dipahami secara luas, bukan hanya berarti selalu diselingi dengan lelucon,
banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang meriah. Pembelajaran yang menyenangkan
adalah pembelajaran yang dapat dinikmati siswa. Siswa merasa nyaman, aman dan asyik. Perasaan yang
mengasyikkan mengandung unsur inner motivation, yaitu dorongan
keingintahuan yang disertai upaya mencari tahu sesuatu.
Selain
itu pembelajaran perlu memberikan tantangan kepada siswa untuk berpikir,
mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk
mengembangkan potensi diri secara optimal. Dengan demikian, diharapkan
kelak siswa menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi
dirinya sendiri dan mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing).
Adapun
ciri-ciri pokok pembelajaran yang menyenangkan, ialah:
1)
adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak membuat tegang
(stress), aman, menarik, dan tidak membuat siswa ragu melakukan sesuatu
meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan yang tinggi,
2)
terjaminnya
ketersediaan materi pelajaran dan metode yang relevan,
3)
terlibatnya
semua indera dan aktivitas otak kiri dan kanan,
4)
adanya situasi
belajar yang menantang (challenging) bagi peserta didik untuk berpikir
jauh ke depan dan mengeksplorasi materi yang sedang dipelajari, dan
5)
adanya situasi
belajar emosional yang positif ketika para siswa belajar bersama, dan ketika ada
humor, dorongan semangat, waktu istirahat, dan dukungan yang enthusiast.
UPPL
(2012) menjelaskan bahwa kesenangan siswa dalam pembelajaran dapat didukung melalui:
1)
Lingkungan belajar yang menyenangkan,
2)
Media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa,
3)
Pendekatan pembelajaran yang sesuai,
4)
Sumber belajar yang bervariasi, dan
5)
Bermain edukatif sebagai salah satu cara menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan.
Tujuan
akhir yang diharapkan dari diterapkannya pembelajaran matematika dengan
pendekatan PAIKEM ini adalah terciptanya kecakapan dan kemahiran dalam matematika yang berwujud kemampuan berfikir
matematik tingkat tinggi. Kemampuan berfikir matematika tingkat tinggi
meliputi:
a.
Pemahaman Matematika (Mathematical Understanding) meliputi kemampuan menerapkan konsep matematika pada situasi yang cocok disertai
alasan; mengidentifikasi dan memberi
contoh atau bukan contoh dari konsep matematika.
b.
Pemecahan Masalah Matematika
(Mathematical Problem Solving)
yaitu kemampuan menyelesaikan masalah non rutin melalui tahap-tahap : memahami
masalah, memilih strategi penyelesaian, melaksanakan strategi, dan memeriksa
kebenaran hasil.
c.
Komunikasi Matematika (Mathematical Communication) yaitu Kemampuan menyatakan , mendemonstrasikan, dan menafsirkan gagasan atau
ide matematik dari suatu uraian ke dalam model matematika (grafik, diagram,
tabel, dan persamaan) atau sebaliknya.
d.
Koneksi Matematika (Mathematical
Connection)
yaitu Kemampuan memahami
hubungan antar topik matematika, mencari hubungan berbagai representasi konsep,
serta menggunakan matematika pada bidang lain atau kehidupan sehari-hari.
e.
Penalaran Matematika (Mathematical Reasoning) yaitu Kemampuan menarik kesimpulan logik. Kemampuan menarik kesimpulan secara logik
meliputi 2 hal yaitu analogi dan generalisasi. Analogi merupakan kemampuan
menarik kesimpulan berdasarkan keserupaan dua kasus sedangkan generalisasi
adalah kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan data atau fakta yang
diberikan.
Berdasarkan karakteristik pendekatan
PAIKEM yang telah dipaparkan, implementasi pendekatan pembelajaran ini sangat
perlu diterapkan untuk siswa SMP dalam pembelajaran matematika khususnya
mengenai pemecahan masalah berupa soal cerita pada materi SPLDV. Hal ini
tentunya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam meneyelesaikan soal
cerita yang berhubungan dengan SPLDV.
Dengan diterapkannya pendekatan
pembelajaran ini, diharapkan tercipta proses pembelajaran yang menyenangkan
bagi siswa. Dengan demikian, minat siswa terhadap pembelajaran matematika akan
meningkat. Sehingga pada akhirnya matematika bukan lagi hal yang menakutkan
dalam benak siswa.
B.
Strategi Penyelesaian Soal Cerita
Soal
cerita adalah suatu soal yang penyelesaiannya memerlukan suatu kaidah atau
aturan tertentu yang telah disepakati bersama. Soal cerita ini merupakan
masalah matematika yang disajikan dalam bentuk cerita dan bertalian dengan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Hudoyo,1988:157).
Untuk
mengatasi permasalahan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, seorang
guru hendaknya harus berusaha agar siswanya mengetahui dan memahami bagaimana
langkah–langkah yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam
melakukan hal ini, tindakan guru hendaknya tetap berpedoman pada pendekatan
PAIKEM, dalam artian tetap mengutamakan siswa sebagai pusat pembelajaran.
Untuk
memiliki kemampuan menyelesaikan suatu soal cerita sangat diperlukan
pengetahuan prasyarat termasuk menguasai langkah–langkah menyelesaikan
masalah/soal cerita tersebut. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam
menyelesaikan soal cerita adalah strategi pemecahan masalah menurut Polya. Menurut
Polya (Aisyah, 2007: 5-20) pemecahan masalah dalam matematika terdiri atas
empat langkah pokok, sebagai berikut:
a. Memahami Masalah
Pada
langkah ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa
menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan. Ada
beberapa pertanyaan yang dapat membantu siswa dalam mengidentifikasi unsur yang
diketahui dan yang ditanyakan dalam soal diantaranya sebagai berikut:
1)
apakah yang diketahui dari soal,
2)
apakah yang ditanyakan soal,
3)
apakah saja informasi yang diperlukan,
4)
bagaimana akan menyalesaikan soal.
Berdasarkan
pertanyaan–pertanyaan di atas diharapkan siswa dapat lebih mudah
mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan soal. Dalam hal ini
strategi mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan, dan diperlukan
akan sangat membantu siswa melaksanakan tahap ini.
Dalam
rangka membantu siswa memahami masalah,
guru sebagai fasilitator dapat memakai berbagai media pembelajaran yang dapat
membuat proses pembelajaran menarik bagi siswa. Misalnya dengan memakai
berbagai software multimedia, misalnya dengan Microsoft power point. Guru dapat
menyajikan berbagai gambar-gambar yang dapat memperjelas maksud dari soal
tersebut. Guru dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya untuk menciptakan
sutau pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, dengan mnerapkan berbagai
inovasi terbaru yang bisa diterapkan dalam rangka mencapai pembelajaran yang efektif.
Hal ini tidak lain merupakan penerapan dari PAIKEM.
b. Membuat Rencana Untuk Menyelesaikan
Masalah
Pendekatan
pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa perencanaan yang baik. Adapun
tujuan dari perencanaan pemecahan masalah ini adalah agar siswa dapat
mengidentifikasi strategi–strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan.
Pada
langkah ini guru dapat menerapkan metode diskusi dengan siswa untuk menemukan
bagaimana rencana untuk penyelesaian masalah tersebut. Guru hendaknya menggali
berbagai ide dari setiap siswa , berusaha agar siswa dapat mengembangkan
gagasan yang mereka miliki dan menyempurnakan gagasan tersebut hingga ditemukan
strategi yang tepat untuk menyelesaika permasalahan tersebut.
c. Melaksanakan Penyelesaian Soal
Jika siswa
telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi
pemecahannya, Langkah selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai
dengan yang telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami subtansi materi dan
keterampilan siswa melakukan perhitungan – perhitungan matematika akan sangat
membantu siswa untuk melaksanakan penyelesaian soal cerita.
d. Memeriksa Ulang Jawaban yang
Diperoleh
Langkah
memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah terakhir dari
pendekatan pemecahan masalah matematika (Aisyah, 2007: 5-22). Adapun tujuan
dari langkah ini adalah untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai
dengan ketentuan dan tidak terjadi kontrakdisi dengan yang ditanya.
Adapun
langkah-langkah yang dilakukan untuk memeriksa ulang jawaban yang diperoleh
adalah :
1)
Mencocokan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan.
2)
Menginterpretasi jawaban yang diperoleh.
3)
Mengidentifikasi adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian
masalah.
4)
Mengidentifikasi jawaban atau hasil lain yang memenuhi.
Keempat langkah pokok yang
dikemukakan Polya merupakan prosedur yang harus diikuti dalam setiap pemecahan
masalah (termasuk soal cerita) matematika.
Tim matematika Depdikbud (1993: 134)
mengungkapkan bahwa setiap masalah/soal cerita dapat diselesaikan dengan
rencana sebagai berikut :
1)
membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan–
bilangan yang ada dalam soal tersebut;
2)
menulis kalimat matematika yang menyatakan hubungan–hubungan
itu dalam bentuk operasi–operasi bilangan;
3)
menyelesaikan kalimat matematika tersebut. Artinya mencari
bilangan – bilangan mana yang membuat kalimat matematika itu benar;
4)
menggunakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang
dikemukakan dalam soal;
Sejalan
dengan langkah–langkah yang dikemukakan di atas, Soedjadi (1992) mengemukakan
bahwa untuk menyelesaikan soal matematika umumnya dan terutama soal cerita
dapat ditempuh langkah–langkah sebagai berikut:
1)
membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap
kalimat,
2)
memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal,
apa yang diminta/ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang diperlukan,
3)
membuat model matematika dari soal,
4)
menyelesaikan model menurut aturan–aturan matematika,
sehingga mendapatkan jawaban dari model tersebut,
5)
mengembalikan jawaban soal kepada jawaban asal.
Selain
itu, faktor kurangnya kemampuan verbal juga merupakan salah satu penyebab
kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Untuk mengatasi hal ini guru
dapat mengambil tindakan dengan membekali siswa dengan konsep dasar yang
dipahami secara utuh oleh siswa, membiasakan siswa agar terlatih untuk membaca
secara cermat. Untuk meningkatakan kemampuan verbal tersebut juga bisa diatasi
dengan cara membekali siswa dengan berbagai istilah yang sering digunakan dalam
soal cerita matematika.
Banyak
latihan dengan berbagai variasi soal juga dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal cerita. Dengan pengalaman berupa latihan soal bersama
sesering mungkin mengakibatkan siswa akan terbiasa dengan bahasa yang digunakan
dalam soal cerita matematika. Pemahaman mengenai bahasa dalam soal cerita dapat
diperoleh siswa melalui diskusi yang dibimbing oleh guru. Guru dapat
melontarkan berbagai pertanyaan kepada siswa terkait soal yang diberikan dengan
tujuan untuk mengetahui makna dari soal tersebut. Penggunaan berbagai sarana
belajar seperti Microsoft power pont
juga akan mempermudah siswa dalam memahami makna dari soal cerita.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, misalnya dengan memakai media gambar yang dicantumkan dalam soft file Microsoft
power point sebagai sarana belajar. Dengan banyak latihan dan disertai sarana
penunjang belajar diharapkan dapat meningkatkan kemampuan verbal siswa dalam
memahami makna soal cerita matematika.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pendahuluan dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1.
Kesulitan
yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal cerita disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu kurangnya kemampuan verbal, kurangnya pemahaman terhadap materi
prasyarat, kebiasaan siswa tidak mengembalikan jawaban model menjadi jawaban
permasalahan, kurangnya minat siswa terhadap pelajaran matematika,
strategi/metode pembelajaran yang kurang tepat.
2.
Pendekatan
PAIKEM dapat diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita.
3.
Strategi
penyelesaian masalah menurut Polya dapat diperkenalkan kepada siswa untuk
mempermudah siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
B.
Saran
1.
Guru
hendaknya menggerakkan dirinya sendiri untuk mengembangkan kreatifitasnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.
2.
Untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita baik yang
berkaitan dengan SPLDV ataupun materi lainnya dalam matematika, guru dapat
menggunakan pendekatan PAIKEM dengan strategi Polya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar